Masalah Jepang yang besar tapi dianggap kecil oleh sebagian orang
Kali ini mau ngomongin Jepang lagi nih. Dengan teknologi, etos kerja, bahkan inovasi-inovasi mereka, Jepang berhasil berkembang menjadi negara maju, dan menjaga ekonomi negara mereka. Negara yang memiliki teknologi yang cangih ini pun, tetap menjaga budaya dan tradisi mereka. Keindahan pemandangan alam dan perkotaannya, tarian kabuki, hingga permainan-permainan tradisional pun diwarisi dengan baik oleh warga Jepang. Kalau denger sampe sini aja, pasti orang akan ngerasa Jepang pasti negara yang sangat menarik, sehingga semua orang ingin tinggal di negara tersebut. Tapi ternyata Jepang memiliki berbagai masalah yang terjadi sudah cukup lama tapi tidak terlalu terekspose, atau bisa aku bilang masih banyak orang yang melihat masalah ini sebagai masalah kecil.
Pertama, yang udah sering aku bahas yaitu penurunan angka kelahiran, tapi populasi semakin tua. Sekarang penduduk Jepang udah banyak yang aware terhadap masalah ini, tapi ternyata sebagian besar dari mereka masih tidak begitu peduli. Aku sampai buat conten juga kan tentang prediksi tahun 2040 orang jepang akan punah. Waktu itu aku pernah bahas juga, bahwa masalah ini udah terjadi semenjak awal tahun 2000an, tapi penduduk Jepang memang tidak aware sama ini dan menganggap ini hanyalah masalah kecil yang seseorang pasti akan mengatasinya. Alhasil sampai taun 2024, angka kelahiran di Jepang tidak kunjung menaik malah yang ada menurun terus. Disaat angka kelahiran menurun, angka jumlah lansia terus meningkat. Hingga saat ini berada di tahap pemerintah Jepang membuka lebar pintu masuk warga asing yang ingin bekerja di Jepang. Ya ini jadi kesempatan yang bagus sih bagi kita-kita yang ingin kerja di Jepang.
Tapi masalah populasi ini udah terlihat dari dulu tapi tidak kunjung dapat solusi yang membuat penduduk ingin punya anak. Nah kalau kita coba gali lebih dalam, sebenernya masalahnya tidak hanya disitu. Di konten sebelumnya aku sempat share juga hasil penelitian di akhir taun 2024. Singkat kata, penduduk tidak ingin menikah dan merasa lebih cocok hidup sendiri, ingin fokus berkarir, ingin prioritasin diri sendiri, dll. Pemikiran seperti ini lah yang menyembabkan masalah populasi di Jepang menurun terus. Sebagian memang tidak memiliki anak karena khawatir terhadap masa depan anaknya, karena mereka tidak percaya diri bisa mendidik anak, atau khawatir dengan kondisi ekonomi mereka sendiri. Ini masih jadi PR pemerintah Jepang untuk mengatasi bagaimana cara supaya warga tidak khawatir untuk punya anak. Hingga saat ini masalah ini masih belum mendapat solusi yang baik bagi pemerintah dan juga masyarakat Jepang.
Kedua adalah Hikiromori. Jangankan penduduk Jepang, aku yakin kita warga asing pasti mikirnya Hikikomori adalah sebuah masalah yang kecil, masalah sepele gitu kan? Singkat kata, Hikikomori itu adalah kegiatan mengisolasi diri dari kehidupan sosial. Jadi dia mengurung diri di kamar sambil nonton, main game, di ajak ngobrol malah diem, ya beneran mengisolasi diri lah dari orang lain. Terlihan sepele kalau cuman aku jelasin seperti itu. Tapi tau ga berapa banyak warga Jepang yang Hikikomori? Saat ini tidak ada angka yang jelas, namun laporan terbaru dari pemerintah Jepang itu ada sekitar 1,5 juta penduduk yang Hikikomori, dan sebagian besarnya itu di umur produktif. Jumlah ini yang berdasarkan laporan aja, sehingga bisa jadi belum semua terhitung. Belum lagi jumlah ini terus meningkat setiap tahunnya.
1,5 juta penduduk loh yang memilih untuk diem di kamar mereka. Bayangin kalau 1,5 juta penduduk tadi itu dia bekerja, dan produktif. Punahnya penduduk Jepang bukan di 2040 tapi bakal mundur kayanya. Bandara Haneda ga akan bikin statement kekurangan tenaga kerja, Jepang ga perlu ngebuka pintu lebar-lebar untuk tenaga kerja asing, ekonomi Jepang bisa lebih stabil malah bisa lebih baik. Absennya 1,5 juta penduduk ini efeknya selain kekurangan tenaga kerja, tapi bisa sampai memperlambat ekonomi Jepang.
Selain itu ga dikit juga loh, orang yang hikikomori itu udah masuk umur 40 ke atas, dan mereka masih hidup dibiayai orang tuanya yang udah berumur 60 ke atas. Ya, dia ngurung diri di kamar ga kerja ya, jadi mereka ga bisa ngasilin uang, jadi ujung-ujungnya masih mengandalkan dompet orang tuanya. Kalau udah gini yang pusing siapa coba? Ya orang tuanya ya. Meskipun yang paling dihawatirkan adalah kalau orang tuanya udah ga ada, terus itu yang hikikomori gimana nasibnya?
Hikikomori tidak akan mucul begitu aja. Ada faktor eksternal yang membuat mereka memilih untuk mengasingkan diri. Sebagian besar itu karena tekanan berlebih. Beberapa contoh yang bisa aku angkat seperti pembulian di sekolah, tekanan pendidikan yang tinggi, atau tingkat stress tinggi di pekerjaan. Tekanan pendidikan disana ga main-main ya, contoh orang pada mikir seperti "ingin sukses harus masuk universitas unggul", nah biaya masuk universitas unggul itu mahalnya amit-amit, belum lagi universtias unggul bakal ngasih tekanan akademis yang lebih besar juga ke mahasiswa/i nya. Nah ga dikit orang yang ga kuat dengan tekanan itu sehingga memilih untuk hikikomori, sehingga angka hikikomori terus meningkat. Belum lagi kalau selama sekolah mereka dibuli, sama temen-temennya, nah double tuh tekanannya. Kemudian setelah lulus, mereka dapet kerjaan dengan tekanan yang tinggi. Ga cape tuh jadi orang Jepang?
Seperti yang di awal aku sebutkan, Jepang itu negara maju dengan teknologi, etos kerja, dan inovasi yang bagus. Tapi ternyata Jepang saat ini mengalami kemunduran yang cepat atau lambat kalau ga ditangani bakal menghancurkan negara Jepang itu sendiri. Aku baru sebutin 2 di antaranya, tapi aku rasa masih ada masalah lain yang bisa merusak masa depan Jepang. Nah menurut kalian gimana ya? Kalau penduduk Jepang aware sama masalah tadi apakah bisa mengatasi masalah ini? Dan apakah kalian punya bayangan solusi yang bisa menyelamatkan Jepang dari kepunahan dan keterpurukan ini? Coba tuliskan pendapat kalian ya, aku mau denger pendapat kalian.