Cari

Belajar Efektif dan Fun di WaGoMu#JapaneseClass

  • Belajar Bahasa Jepang

    Kok Kerja di Jepang bertahun2 malah Jago bahasa Jawa?


     Longstay di Jepang tapi skill bahasa Jepangnya masih segitu-segitu aja? Banyak yang ga ngerti alasannya, atau bisa jadi mereka ga peduli sama skill bahasa Jepangnya. Yang penting bekerja di Jepang dan digaji YEN? Atau alasan lainnya. Hmm, agak laen sih tapi kita coba bahas dikit yuk.

    Iya, seneng ya bisa kerja di Jepang, sampe lupa sama kenyataan bahwa kehidupan kalian di Jepang bisa jadi hanya 1 chapter di kehidupan kalian. Mereka lupa untuk memikirkan apa yang alangkah baiknya disiapkan untuk masa ketika pulang dari Jepang. Banyak yang hanya bisa kalian dapet selama tinggal di Jepang. Setidaknya untuk orang yang ingin memanfaatkan seefektif mungkin waktu selama di Jepang akan ngerti maksud aku. Jadi coba setidaknya jangan sampe kalian pulang ke Indonesia cuman dapet hikmahnya aja ya.

    Salah satunya yang paling bisa kalian dapet selama di Jepang adalah SKILL bahasa Jepang. Iya, tau ga kalian seberapa besar nilai yang didapat ketika kalian udah pernah longstay di Jepang? Contoh ketika kalian interview di perusahaan dan dari 3 pelamar ada 1 yang udah pernah longstay di Jepang, meskipun dia bisa jadi cuman N3 sedangkan yang lainnya N2 tapi belum pernah longstay di Jepang. Pelamar yang N3 udah longstay tadi jadi punya kesempatan untuk menang loh. Padahal dia satu-satunya yang N3. Yang ingin aku sampein, skill bahasa Jepang kalian bisa naik drastis hanya dengan longstay di Jepang. Pasang deh 1 tahun kerja di Jepang, aku yakin karena kalian udah banyak ngobrol sama orang Jepang, kalian bisa lebih percaya diri ketika ngomong bahasa Jepang.

    Tapi apakah itu pasti terjadi? Jawabannya ENGGA. Ga semua orang ketika di Jepang berusaha untuk bergaul dengan warga Jepang. Bahkan kenalan aku aja banyak yang ketika udah di Jepang mereka malah ngumpulnya sama orang Indonesia lagi. Jauh-jauh ke Jepang buat temenan sama orang Indonesia lagi gitu jadinya. Eits, jangan salah paham dulu, aku ga bilang itu hal yang buruk ya. Menjalin hubungan baik dengan sesama WNI di Jepang itu hal yang bagus, tapi jangan sampe cuman gaul sama orang Indonesia aja ya. Bergaul lah sama orang Jepang, cari teman, sahabat, siapa tau jodoh (eits). 

    Iya, aku kenal beberapa orang Indonesia, yang menikah sama orang Jepang, bahkan ada yang nikahnya sama orang Vietnam dan orang Thailand. Mereka berusaha untuk akrab, menjalin hubungan baik bahkan sampe ke pernikahan. Tapi, ada banyak orang Indonesia yang udah di Jepang ternyata mereka cuman deket sama orang Indonesia aja. Dan aku yakin bukan itu juga yang mereka mau kan. Mereka pun pasti mau akrab sama orang Jepang. Tapi setau aku, setau aku ya jadi kalau salah tolong kasih tau aku, kebanyakan dari mereka adalah peserta magang yang pergi ke Jepang dalam kondisi bahasa Jepangnya yang masih kurang. Ga dikit dari mereka yang cerita ke aku mereka kesulitan untuk akrab dengan warga sana karena tembok bahasa. Jadi selama 1~3 tahun di sana orang Jepangnya ngejauhin mereka, dan merekanya pun ga percaya diri untuk mendekat karena bingun mau ngomong apa. 

    Alhasil bahasa Jepang mereka ga begitu berkembang, padahal mereka bertahun-tahun di Jepang berada di lingkungan terbaik untuk naikin skill bahasa Jepang mereka. Mereka pulang hanya bawa uang, dan hikmah yang bisa mereka petik. Udah bisa bawa uang aja udah bagus sebenernya ya. Banyak juga yang di Jepangnya malah foya-foya jadi ga bisa bawa uang ke Indonesia. Tapi memang sih di Jepang nahan nafsu beli ini itu nya lebih sulit ya. Tapi bisa bayangin ga sih kalian longstay di Jepang pulang-pulang bisa bawa skill bhs Jepang, uang, dan juga koneksi dengan orang Jepang. Kalau tujuan kalian bangun bisnis ketika pulang dari Jepang itu udah dapet tuh modal-modalnya. Kalau kalian bergaul sama orang Jepang, dan bahasa Jepang kalian terlatih di sana, waktu pulang kalian bisa lebih percaya diri kan. Kecuali kalau kalian memang ga mau berhubungan lagi dengan Jepang setelah pulang dari sana, mungkin ga seperlu itu ya bawa skill dan koneksi dengan orang Jepang.

    Balik lagi ini menurut aku ya, agak mubazir aja kalau jauh-jauh ke Jepang, sampe longstay di sana tapi pulang cuman bawa uang aja atau bisa jadi cuman bawa hikmahnya aja. Pasti kalian ingin dong selama di Jepang kalian punya temen orang Jepang ya, memperluas koneksi, dan mendapat pengalaman yang menyenangkan selama di Jepang. Tapi gimana menurut kalian? Apakah selama di Jepang sebenernya ga perlu gaul sama orang Jepang? Masa sih ya? Tapi ceritain dong pendapat kalian di kolom komentar ya.

  • Kerja di Jepang

    Apa Kabar Nama Baik Warga Indonesia di Jepang?

    Siapa sih yang liat negara Jepang ga langsung kepikiran ingin pergi ke Jepang? Aku yakin banyak banget orang yang sepemikiran. Bahkan ga dikit dari kalian yang pasti ingin tinggal dan kerja di Jepang. Apakah karena memang tergiur sama kualitas hidup disana? Apakah karena tergiur sama gaji di sana? Udah pada bosen kan konten-konten yang mendorong kalian ingin kerja di Jepang? Atau konten yang ngasih tau budaya orang Jepang kaya gimana? So kali ini aku mau coba bahas yang agak beda, yaitu pengaruh reputasi warga negara Indonesia di negara Jepang. 

    Kalian yang udah belajar bahasa Jepang terus ada panggilan mensetsu atau interview untuk kerja di Jepang pasti udah langsung seneng banget ya. Saking senengnya kalian mungkin sampai lupa bahwa kerja di Jepang itu bukanlah sesuatu yang menyenangkan. Ga dikit cerita dari para senpai kalian mungkin yang udah cerita kerja di Jepang itu cape, keras, ketat, dan lainnya. Malah banyak juga yang cerita ketika di Jepang mereka mengalami diskriminasi, penipuan, serasa kerja di black company, dan lainnya. Kalau kalian bilang hoki ga hoki sih bisa jadi seperti itu ya. Karena tempat kerja di Jepang ga semuanya seperti itu. Tapi tau ga yang lebih ngeselinnya lagi apa? Ketika banyak orang Indonesia yang berusaha menjaga nama baik warga negara Indonesia, eh ada juga orang yang malah menyianyiakan kepercayaan warga Jepang terhadap WNI.



    Kalian mungkin ga asing sama berita-berita ini :

    1. Penikaman Pasangan Lansia di Kakegawa (November 2024). Seorang WNI bernama Yogi Ageng Prayoga ditangkap karena diduga menikam pasangan lansia di rumah mereka di Kota Kakegawa, Prefektur Shizuoka. Motifnya diduga terkait dengan upaya perampokan. Kasus ini cukup mendapat perhatian media Jepang dan Indonesia.

    2. Perampokan dan Penyiksaan Wanita di Fukuoka (Juli 2024). Seorang WNI ditangkap di Fukuoka karena diduga merampok dan menyiksa seorang wanita di dekat stasiun kereta bawah tanah. Pelaku diduga memukul wajah korban dan mencuri dompet serta barang-barang berharga lainnya.

    3. Isu "Geng TKI" di Osaka (Agustus 2024). Sempat beredar kabar mengenai sekelompok WNI yang disebut sebagai "geng TKI" yang meresahkan warga di Osaka. Kabar ini menyebutkan adanya kelompok WNI yang mengganggu ketertiban umum. KBRI Tokyo kemudian mengeluarkan imbauan terkait isu ini. Meskipun detail spesifik mengenai tindakan kriminal yang dilakukan "geng" ini tidak banyak dipublikasikan, isu ini sempat menimbulkan kekhawatiran.

    Udah lah aku sebutin segitu aja, kebetulan 3 yang tadi sempet viral kemarin-kemarin. Kalau kalian mau nambahin silahkan tambahin di kolom komentar ya.


    Untuk kalian yang ngerasa berhasil keterima kerja di Jepang aja udah cukup, dan bisa hidup bebas di Jepang. Cuman mau ngingetin ya guys, kalian tinggal dan kerja di Jepang sebagai warga negara Indonesia. Buat kalian yang sekolah atau kuliah di Jepang, dan juga kerja di Jepang pakai visa magang, visa ssw, sampe visa permanent resident pun, status kewarganegaraan kalian ga berubah, kalian masih menjadi warga negara Indonesia. So, nitip aku mah tolong INGET tingkah laku kalian selama di Jepang itu bisa mempengaruhi reputasi warga negara Indonesia secara keseluruhan. 

    Kalau kelakuan WNI di Jepang makin banyak yang aneh-aneh, apalagi kalau sampe buruk, APA KABAR REPUTASI WARGA NEGARA INDONESIA? Teruntuk kalian yang masih melihat ini sebagai masalah yang ringan, aku coba kasih gambaran buat kalian. Kalau kelakuan WNI di Jepang buruk, otomatis reputasi WNI turun kan ya. Kalau reputasi WNI udah buruk, efeknya akan menyebar luas. Bukan hanya sekedar pelakunya saja yang kena hukum. Tapi pandangan orang Jepang terhadap WNI makin lama akan makin buruk. Waktu udah gitu mending kalau cuman sekedar para WNI dikucilkan waktu di Jepang meskipun aku sih ogah ya. Tapi bayangin kalau pengaruhnya bisa sampai proses pengajuan visa WNI ke Jepang akan dipersulit bahkan sampe ditutup kesempatan buat kerja di Jepang. Kasian kan kouhai kalian, mereka yang ingin kerja atau tinggal di Jepang malah jadi ga bisa gara-gara kelakuan senpainya. 

    Yang sudah terjadi ya sudah lah, kita masih bisa memperbaikinya kok. Para senpai kita yang sebelum-sebelumnya udah berusaha meninggalkan kesan WNI yang baik di Jepang. Saya inget banget dulu suka denger cerita warga asing di Jepang itu selalu dikucilkan secara berlebihan. Sekarang udah ga segitunya banget. So, pertanyaan ini sekarang aku lempar buat kalian yang sudah di Jepang dan kalian yang sedang belajar bahasa Jepang buat bisa kerja disana. 

    1. "Apakah kalian bisa menjaga nama baik warga negara Indonesia?" 

    2. "Kalau jawaban kalian bisa, udah tau kan apa yang harus kalian lakukan?"

    Coba tulis jawaban kalian di kolom komentar ya.

  • Kerja di Jepang

    Alasan SEBENERNYA orang ingin kerja di Jepang

    Seiring jumlah pemuda di Jepang berkurang, pekerja asing di Jepang semakin meningkat. Dan warga negara Indonesia menjadi salah satu penyumbang tenaga kerja yang sangat banyak saat ini. Makin kesini orang-orang makin berlomba untuk bisa bekerja di negeri sakura. Apasih alasannya? Apa cuman sekedar ingin mencari uang? Aku mau coba bahas dikit mengenai kenapa orang-orang ingin bekerja di Jepang. 

    Disclaimer, Kali ini aku mau jabarin berasarkan orang-orang disekitar aku dan sekian banyak orang yang aku kenal ya, so bisa jadi alasan yang aku jabarin belum semua nih, kalau ada yang lain nanti bisa bantu kasih tau aku lewat komen ya.


    Pertama-tama kita liat kondisi di Jepangnya dulu ya. Iya seperti yang aku sebutin tadi, di Jepang saat ini dalam kondisi 少子化 (shoushika) atau penurunan jumlah kelahiran. Jadi jumlah kelahiran terus menurun tiap tahunnya, tapi jumlah lansia terus bertambah. Ini kondisi yang sangat mengkhawatirkan. Faktornya adalah penduduknya yang minat menikah dan memiliki anak semakin menurun tiap tahunnya. Sehingga Jepang terpaksa membuka pintu lebar-lebar untuk warga asing yang ingin bekerja di Jepang. Hal ini membuat potensi pekerjaan di Jepang semakin bertambah untuk para pekerja asing. 

    Iya dengan potensi yang bertambah, dengan kata lain akan semakin mudah bagi warga asing untuk mencari pekerjaan di Jepang. Khususnya bagi warga negara yang mata uangnya lebih lemah dari Yen Jepang ini sebuah potensi yang menggiurkan. Jelas Indonesia adalah salah satunya. Sehingga alasan pertama yang membuat warga Indonesia ingin kerja di Jepang adalah UANG. Anggap aja kalian kerja di Jepang 3 tahun, 1 bulan bisa nabung 20rb yen, berarti 1 tahun 240rb yen dan dalam 3 tahun itu 720 rb yen. Asumsikan 1 yen seharga 100rb berarti kalian bisa bawa pulang 72 juta rupiah. Eits inget ya dengan punya uang banyak, tantangan untuk memanage uang itu pun akan semakin tinggi, godaan godaan semakin menguat. Sehingga ga dikit warga Indonesia yang gagal bawa uang banyak ketika pulang dari Jepang. So kalau tujuan kalian untuk cari UANG, jangan gampang khilaf waktu liat barang-barang di sana ya.


    Tapi ga semuanya hanya untuk UANG loh. Ga dikit juga mereka yang ingin ke Jepang untuk mencari KUALITAS HIDUP. Jepang itu negara maju ya guys. So kualitas infrastruktur di sana udah sangat baik, nyaman, pokonya enak banget lah hidup di sana. Bepergian udah lebih mudah, udaranya enak buat jalan-jalan, dan lainnya. Kalian yang udah pernah ke Jepang terus balik lagi ke Indonesia, aku yakin bakal ingin balik lagi ke Jepang. 


    Kualitas Hidup yang dirasakan di Jepang pun didukung oleh BUDAYA orang Jepangnya sendiri guys. Iya sih ga semua budaya di Jepang itu bagus bagi orang Indonesia. Tapi ga dikit budaya mereka yang sangat baik seingga banyak orang Indonesia ingin balik lagi ke Jepang. Contohnya apa, aku ambil yang paling nyesek buat kalian yaitu "budaya tepat waktu". Iya disaat orang Indonesia janjian jam 10 pada dateng jam 12, orang Jepang janjian jam 10 ya setelat-telatnya mereka dateng jam 10 kurang 5 menit. Budaya mereka yang menghargai waktu sangat membuat orang Indonesia yang tersakiti ini ingin balik lagi ke Jepang. Tapi seneng ga sih kalau kita janjian jam 10 terus jam 10 udah lengkap semua?

    Selain itu, kalian ke Jepang bisa juga dapat kesempatan untuk UPGRADE SKILL kalian. Bisa jadi ga semua orang ingin kerja di Jepang sampe pensiun ya. Tapi ga dikit juga mereka yang ingin bekerja di Indonesia dengan skill bahasa Jepang mereka. Aku jamin deh, kalau kalian ke Jepangnya udah bisa basic bahasa Jepang, kita ambil contoh udah N4 deh. Terus kalian kerja di Jepang dengan berkomunikasi banyak dengan warga sana. Kalian waktu pulang bakal ngerasain banget kenaikan skill kalian. Seperti yang aku sering mention ya, cara untuk ga lupa kosakata, pola kalimat, dll adalah dengan cara 'dipake', dan buat kalian yang udah di Jepang, kesempatan untuk make bahasa Jepang kalian itu udah di level terpaksa ya, mau ga mau kalian harus pake bahasa Jepangnya.


    Diluar 4 yang aku sebutin tadi juga ada loh. Ada yang ingin merantau atau hijrah mungkin ya. Ingin memisahkan diri dari orang yang selama ini dia kenal, memang ada kalanya kita ingin mencari suasana dan lingkungan baru ya. Ada pula yang memang ga mau kerja di Indonesia aja. Disini ada yang ga mau kerja di Indonesia? Kalau ada coba tulis komentar alasannya kenapa ya! Selain itu ada yang cuman memang suka Anime atau Jepang itu sendiri jadi ingin kerja di Jepang. Bagi orang yang memang suka sama Jepang pasti seneng banget ya bisa kerja dan tinggal di Jepang. 

    Berbagai macam alasan ingin kerja di Jepang, tapi apapun alasan kalian ingin kerja di Jepang kalian perlu bisa bahasa Jepangnya dulu. Alasan kalian itu yang membuat kalian memulai belajar bahasa Jepang, so apapun alasannya yuk coba terus mengembangkan skill bahasa Jepang kalian. Semoga tujuan dan impian kalian yang ingin kerja di Jepang bisa tercapai. Nah dari apa yang kita bahas tadi ada yang relate ga sama kalian? Atau ternyata ga relate kak, aku mau alasanya ini atau itu, yuk kita diskusi di komentar. 

  • Belajar Bahasa Jepang

    Masih Relevan Ga Belajar N5 atau N4 Bertahun-tahun?

    Masih kesini makin banyak orang Indonesia yang tertarik buat belajar bahasa Jepang. Tujuannya berbagai macam, ada yang memang cuman sekedar suka Jejepangan ada juga yang memang niat awalnya untuk berkarir. Tapi tau ga sih, sampe sekarangpun masih banyak orang yang rela membuang waktu lama banget untuk belajar bahasa Jepang? Mending kalau bertahun-tahun jadinya N1 gitu ya, tapi kenyataannya bertahun-tahun cuman buat dapetin N5 atau N4. Loh kok bisa? Yuk, aku mau coba bahas di artikel ini ya.

    Kita harusnya udah cukup sadar, WAKTU adalah salah satu aset yang sangat berharga. Malah kalau kata aku, lebih berharga dari UANG, karena selama ada waktu, uang bisa kita cari lagi. Tapi WAKTU kalau udah lewat ya udah ga bisa diapa-apain lagi. So, menggunakan lah waktu dengan sebijaknya, seperti MENJAGA KESEHATAN dengan berolahraga rutin, BERSOSIALISASI untuk menjaga atau mencari hubungan dengan sesama, bisa juga untuk UPGRADE atau CARI SKILL BARU, dan lainya. 

    Iya, ngabisin waktu secara berlebihan sebenernya akan merugikan kita, apalagi buang-buang waktu tuh hal yang biasanya gak akan kita sadari, tau-tau udah abis aja waktunya gitu ga akan sadar lah. Jadi aku tanya lagi ke kalian, apakah perlu waktu yang lama untuk belajar bahasa Jepang? Tergantung targetnya sampai level mana sih, tapi seperti yang aku mention tadi, belajar N5 atau N4 ampe bertahun-tahun tuh kebangetan. 

    Sampe sekarangpun masih ada lembaga yang punya sistem pembelajaran yang makan waktu bertahun-tahun. Katanya sih biar mantep belajarnya bahkan ada yang sampe mewajibkan pesertanya untuk tinggal di asrama. Iya, katanya biar ngelancarin bahasa Jepangnya bareng-bareng di asrama. Eits, jangan salah paham dulu, aku ga bilang itu salah ya selama program belajar mereka ga makan waktu secara berlebihan sih aku bilang wajar. Tapi kenyataannya masih banyak orang yang belajar di lembaga seperti itu tapi skill bahasa Jepangnya ga begitu berkembang.

    Kok bisa? Nah menurut aku jawabannya adalah GAK EFEKTIF. Mereka masih pake cara belajar konvensional dimana guru ceramah di depan kelas, murid mendengarkan, dan diulang terus. Aku ga bilang cara konvensional itu salah, dalam case tertentu ini cara belajar yang bagus. Namun dalam kasus belajar bahasa cara ini malah kebalikannya. Bukan guru yang harus mengeja dan mengulang-ulang pelajaran tiap harinya. Melainkan pelajarlah yang harusnya lebih aktif untuk berprogres tiap harinya. Konsistenkan nambah kosakata dan kanji, perluas pola kalimat, latihan bikin kalimat, perbanyak dengerin bahasa Jepang, dan lainnya. Yang membuat cara belajar konvensional kurang baik untuk belajar bahasa adalah guru yang masih jadi pusat pembelajaran. Dimana dalam belajar bahasa murid lah yang seharusnya membiasakan diri dengan bahasa yang dipelajari.

    Nah ga dikit loh lembaga yang masih menggunakan cara belajar konvensional. Sehingga banyak pelajar bahasa Jepang yang harus mengeluarkan waktu, uang dan energi yang banyak untuk bisa memahami bahasa Jepang. Bagi yang suka nontonin video aku atau udah ikut program di J-Class bareng aku mungkin udah sadar bahwa bahasa Jepang tuh bisa dipelajari OTODIDAK loh sebenernya. Kita ga perlu ngabisin berbulan-bulan, tiap hari berjam-jam untuk bisa lulus N4. Terus kenapa kita harus buang waktu kita untuk hal yang ga diperlukan? Ga dikit loh yang udah buktiin bisa lulus N4 dalam waktu 15 hari. Bahkan banyak yang sebelumnya ikut lembaga yang aku sebutin tadi, kemudian waktu ikut program N4 15 Hari mereka nyesel kenapa mereka masuk lembaga, dan ga ikut program N4 15 hari dari awal aja gitu. Yang dibutuhkan itu bukan kuantitas belajarnya tapi kualitasnya. Bukan berapa banyak kita ulang kosakata atau pola kalimatnya, tapi bagaimana cara memahaminya dan menggunakannya.


    Sekali lagi, waktu itu aset yang ga bisa balik lagi. Ga perlu bela-belain buat belajar bahasa Jepang sampe berhenti kerja atau berhenti kuliah biar bisa masuk lembaga. Belajar OTODIDAK juga bisa kok, kalau mau dibantu sama pengajar juga boleh cari yang online dan di luar jam kerja atau kuliah kalian. Jaman sekarang udah terfasilitasi dengan baik, kelas online udah ada jadi ga usah berhenti kerja atau kuliah kan? Manfaatin waktu luang kalian buat upgrade skill tanpa melepas kegiatan penting lainnya. 

    Belum lagi kalian ga perlu ngeluarin uang lebih kalau kalian sampe harus ngekost atau mungkin ke asrama. Kecuali kalau kalian memang bersikeras untuk ikut kelas offline sampe harus ngeluarin uang extra buat biaya ngekost atau tinggal di asrama. Silahkan! Itu hak kalian, aku hanya bisa ngingetin aja. Selama masih hidup belajar ga akan berhenti, tapi kalau hanya belajar N5 atau N4 sih ga perlu bertahun-tahun. 

    Nah ngomong-ngomong udah kebayang ga? Kenapa belajar lama-lama sekarang udah ga relevan? Semakin lama kita belajar, semakin banyak aset yang kita keluarkan untuk mendapatkan skill tersebut. Tapi menurut kalian oke mana ya? Jujur aku ingin tau juga pendapat kalian, masih relevan ga sih belajar lama-lama buat ngejar level N5 atau N4 dengan cara konvensional? Atau pada sependapat nih dengan aku? Tulis di kolom komentar ya!

  • Kerja di Jepang

    STOP Mindset Yang Penting Kerja di Jepang dan Dibayar YEN!

    Kerja di Jepang, sekarang udah jadi impian banyak orang. Sejalan dengan data di imigrasi Jepang per desember 2023, terhitung ada 120 ribu lebih pekerja Indonesia yang bekerja di Jepang. Ya itungan kasarnya sekitar 26% meningkat dibanding tahun 2022. Dan Indonesia menempati peringkat tertinggi ke 3 sebagai penyumbang pekerja asing di Jepang. Tapi kalian tau ga sih kalian bisa jadi ga akan selamanya di Jepang, dan kalian bisa bayangin ga sih apa yang akan kalian lakukan setelah program di Jepang kalian udah selesai dan pulang ke negara kalian masing-masing. Yuk kita coba kita bahas sedikit mengenai ini.

    Semuanya berawal dari kalian bawa kabar gembira ke keluarga kalian, akhirnya kalian diterima kerja di Jepang. Usaha dan uang yang keluarkan untuk belajar bahasa Jepang selama ini akan segera membuahkan hasil. Pada akhirnya kalian berangkat, bekerja keras hidup merantau di negara sakura. Eits, kalau kalian berfikir 'pada akhirnya' ini salah ya. Hidup kalian masih terlalu panjang untuk bisa bilang 'pada akhirnya'. Setelah program di Jepang selesai dan kalian pulang ke negara kalian, disitu kalian akan mendapatkan cobaan baru dan kalian mungkin belum mikirin sampe sejauh itu. Bahkan aku masih inget beberapa teman lama aku bilang ya udah yang penting kerja di Jepang, yang penting kerja di bayar YEN, dan lainnya. Ini pikiran yang agak menghawatirkan karena kalian cuman memfokuskan pikiran kalian dalam 1 chapter kehidupan kalian aja. 

    So, aku mau kasih tau kalian kenapa ini menghawatirkan, kita masuk ke pembahasan berikutnya, yaitu apa yang akan kalian lakukan setelah kerja di Jepang? Kalau kalian udah di Jepang bukan berarti kalian bisa bye bye sama negara kalian selamanya. Sekalipun kalian udah punya visa permanent resident, bukan berarti kalian ga mungkin bakal dipulangkan atau dideportasi ke negara kalian. So, selain kalian mikirin ketika di Jepang akan seperti apa, kalianpun harus mikirin setelah kalian pulang dari Jepang atau pait-paitnya kalian dipulangkan dari Jepang. Kita balik lagi ke pertanyaan pertama tadi, apa yang akan kalian lakukan setelah pulang? 

    Serius, banyak loh yang ga mikirin ini karena mereka terpana sama negara sakura seperti apa. Padahal bisa jadi kalian di Jepang cuman hitungan tahun ya, misal kalian berumur 20an berarti sisa umur kalian masih panjang banget. Dan kalau sisa umur kalian waktu pulang ke Indonesia ga kalian pikirin, kasus buruknya yaitu uang yang kalian kumpulkan selama di Jepang habis untuk hidup sehari-hari mikirin mau ngapain kedepannya. Kebiasaan buruk kalian untuk berfoya-foya selama di Jepang karena punya banyak uang akan ngancurin kehidupan kalian ketika pulang ke Indonesia. So, aku sebut ini sebagai salah satu kesalahan terbesar buat kalian yang bekerja di Jepang. 

    Aku mau kasih tau kalian ya, kalian udah bisa bawa pulang privilege yang bagus dari Jepang. Yaitu privilege pengalaman kerja dan longstay di Jepang. Dimana ini bisa kita manfaatin buat jenjang karir kita. Tapi masalahnya ga dikit yang kerja di Jepang itu sebagai pekerja blue collar atau pekerja kasar lah ya. Dimana pekerja blue collar di Indonesia itu kebanyakan gajinya minim kalo di banding di Jepang. Aku yakin kebanyakan dari kalian yang udah ngerasain dibayar pakai YEN pasti ga mau kerja sama tapi dibayar RUPIAH dengan UMR di Indonesia. Ujung-ujungnya kalian akan semakin milih-milih kerja dan menganggur dalam waktu yang lama, ditambah lagi uang yang kalian tabung selama di Jepang akan habis untuk hidup tanpa kejelasan ataupun berfoya-foya.

    Kalian bisa dapet jalan lain kalau ketika udah di Jepang kalian ga berhenti belajar bahasa Jepangnya. Terus naik level sampe level N2 misal. Kalau udah N2 kan kalian bisa dapet banyak peluang kerja bagus tuh di Indonesia, plus bawa penglaman longstay di Jepang. Di Indonesia kalian udah bisa kerja yang lebih proper seperti jadi interpreter ataupun penerjemah. Selain itu, untuk balik lagi kerja ke Jepang akan lebih mudah juga tuh. Itupun kalau memungkinkan ya, karena ada kasus kalian ga bisa langsung balik ke Jepang setelah pulang. Contohnya kalau kalian dideportasi, buat onar di Jepang jadi dipersulit pengurusan visanya, dll. 

    Pilihan keempat yaitu buat bisnis sendiri. Nah untuk yang satu ini, selain butuh nabung uang yang lebih besar waktu di Jepang, butuh juga skill dan networking yang lebih luas kalau dibanding pilihan lainnya. Kalau kalian pilih yang ini, coba pikirin dari sekarang business plan kalian seperti apa, jadi kalian udah bisa persiapin apa aja yang kalian butuhin buat menjalankannya. Modalnya butuh berapa? Butuh networking dengan orang yang seperti apa? Skill apa aja yang dibutuhin? Kalau udah ada business plan bakal keliatan ga tuh apa aja yang dibutuhkan?

    So, masih berani mikir yang penting kerja di Jepang dan dibayar YEN tanpa mikirin next stepnya apa? Terakhir dari aku coba pikirin plan kalian kedepannya dengan pertanyaan-pertanyaan ini

    1. Kerja di Jepang kerjanya apa? 

    2. Pekerjaan itu bisa jadi batu loncatan karir kalian ga? Dan apa mau lanjutin kerja yang sama atau sejenis di Indonesia?

    3. Kalau pertanyaan 2 jawabannya engga, nanti waktu balik ke Indonesia udah kebayang mau ngapain?

    4. Skill atau modal apa aja yang kira-kira bisa kalian bawa selama bertahun-tahun di Jepang?

    5. Apa yang bisa kalian manfaatkan dari skill itu?

    6. Kalo bisa, sudah coba bayangin jalur karir kalian akan kemana?

    So, semoga kalian dapet apa yang ingin aku sampaikan disini. Ga salah kok kalau ingin kerja di Jepang demi dibayar YEN, tapi berhenti berfikir sampai situ, dan mulai coba pikirkan juga apa yang akan kalian lakukan setelahnya. Tapi ngomong-ngomong aku ingin denger juga nih pendapat kalian, apa menurut kalian sudah cukup yang penting bisa kerja di Jepang? Dan kenapa kalian bertifikir seperti itu, coba tulis dikomentar ya.

  • Others

    Apakah Ilmu Bahasa Bisa Hilang?

    Pernah nggak sih merasa lupa bahasa yang dulu pernah dipelajari, entah bahasa asing atau bahkan bahasa ibu? Ini sebenarnya hal yang umum terjadi. Kemampuan bahasa memang bisa "berkarat" kalau jarang digunakan, tapi apakah benar-benar bisa hilang?

    Pernahkah kamu merasa frustrasi karena kosakata bahasa Jepang yang sudah kamu hafalkan dengan susah payah tiba-tiba menguap begitu saja? Atau mungkin kamu pernah berhenti belajar bahasa Jepang untuk sementara waktu, dan saat kembali belajar, merasa seperti memulai dari nol? Jangan khawatir, kamu tidak sendirian! Banyak pembelajar bahasa yang mengalami hal serupa.

    Penelitian menunjukkan bahwa ilmu bahasa cenderung tidak hilang sepenuhnya, tapi lebih terpendam. Proses lupa ini disebut language attrition, di mana kita kehilangan kefasihan karena kurang praktik. Tapi sebenarnya, memori kita masih menyimpan banyak hal tentang bahasa tersebut, hanya saja aksesnya jadi lebih lambat.

    Meskipun sebenarnya, lupa merupakan bagian alami dari proses belajar. Otak kita seperti sebuah komputer yang memiliki kapasitas penyimpanan terbatas. Ketika kita mempelajari hal-hal baru, otak akan membuat koneksi saraf baru. Namun, jika koneksi-koneksi ini tidak sering digunakan, otak akan cenderung memangkasnya untuk membuat ruang bagi informasi baru.

    Kabar baiknya, banyak ahli percaya bahwa meskipun kita melupakan sebagian kosakata atau aturan grammar, belajar ulang bisa lebih cepat. Istilahnya, otak sudah punya "jalan" yang pernah dibangun, jadi proses mengingat kembali akan lebih mudah. Kalau dirangkum, ada beberapa faktor yang mempengaruhi kelupaan dan cara mengatasinya, seperti :

    1. Frekuensi Penggunaan:
       Singkat kata semakin sering kita menggunakan suatu kosakata atau struktur kalimat, semakin kuat koneksi saraf yang terbentuk, alhasil kita akan semakin sulit lupa. Masih ingat kan aku selalu menyarankan untuk sering-sering menggunakan kosakata yang telah kita pelajari, tujuannya biar lebih nempel dan sukar lupa.
    2. Konteks Pembelajaran:
       Belajar dalam konteks yang relevan dan menarik akan membuat informasi lebih mudah diingat. Banyak cara belajar yang bisa lebih menarik dari sekedar baca buku aja. Seperti belajar Kanji pakai ilustrasi di Kanji Card, belajar bahasa Jepang dari media-media menarik seperti Anime, Drama, Lagu, dll. Meskipun kita tetep butuh buku sebagai panutan utama, tapi untuk menambah referensi yang lebih menarik, kita bisa cari referensi yang menarik sebagai sumber pembelajaran tambahan.
    3. Metode Pembelajaran:
       Menggunakan berbagai metode pembelajaran seperti membaca, menulis, berbicara, dan mendengarkan akan membantu memperkuat pemahaman. Masih ingat dengan "Kamus Personal" kan? Iya, aku pernah sharing cara belajar "mindahin kosakata ke kamus personal", inget ya "mindahin". Dari "mindahin" kosakata setidaknya kalian udah melewati 3 proses yaitu "membaca", "menulis", dan "mengucap".
    4. Jeda Waktu:
       Luangkan waktu secara teratur untuk mengulang materi yang sudah dipelajari. Ingat, selain mindahin kosakata tiap hari, sisipkan juga baca ulang apa yang telah dipelajari, latihan juga untuk buat kalimat secara konsisten. Ga perlu lama-lama tapi, konsisten tiap hari, setidaknya kita bisa ngirim sinyak ke otak untuk tidak melupakan apa yang kita pelajari.

    Yuk simpulkan apa yang kita bahas tadi. Meskipun terasa lupa, ilmu bahasa kita sebenarnya nggak hilang sepenuhnya, hanya perlu diaktifkan kembali dengan latihan rutin! So, konsisten nambahin kosakata dan latihan tiap hari agar otak tidak memangkas sebagai info yang tidak penting, cari media dan konteks relevan yang menarik untuk belajar, dan mindahkan kosakata ke kamus personal sebagai metode pembelajaran khususnya untuk menambahkan bank kosakata. 

    So, ilmu yang tidak dipakai dikeseharian memang cenderung akan dilupakan. Contoh lainnya yang mungkin paling kerasa oleh banyak orang seperti belajar 12 tahun dari SD sampai SMA, namun ilmu yang benar-benar nempel di otak kita bisa jadi dibawah 50 persennya. Kenapa? Karena tidak dipakai di kesehariannya. Nah orang yang udah belajar bahasa Jepang sampai N1 pun, kalau dia tidak melakukan rutinitas yang menggunakan bahasa Jepang, cepat atau lambat ilmu bahasa Jepangnya pasti akan terpangkas, namun waktu yang dibutuhkan untuk mengingat kembail akan lebih mudah daripada mereka yang baru belajar bahasa Jepang. 

    Yang terakhir, apa kalian juga ngerasain hal yang sama dengan yang tadi aku share mengenai kelupaan? Atau mungkin kalian punya pendapat lain? Coba ceritain pendapat kalian, aku tunggu kolom komentar ya!

  • Belajar Bahasa Jepang

    Kenapa masuk LEMBAGA malah bikin kamu miskin?

    Aku ingin belajar bahasa Jepang nih, tapi ga mau sendirian, dan biar ada temennya mau masuk lembaga belajar bahasa Jepang aja dah. Nanti biar ga bosen dan tetep asik juga belajarnya kalo bareng-bareng. Biar asik? Atau biar bisa lama-lama nih? Banyak orang yang berfikir ingin belajar sesuatu bareng-bareng biar asik atau mungkin dia memang ga kuat sendiri aja kali ya, dan aku ga menyalahkan itu. Tapi yakin mau masuk lembaga hanya untuk belajar bahasa Jepang? Hmmm..

    Ya, untuk belajar bahasa Jepang masuk lembaga itu salah satu alternatif kayanya kebanyakan orang milih jalan ini ya. Meskipun ga semuanya ngerti kenapa aku baik tim aku selalu berusaha mengedukasikan audience kita untuk lebih baik belajar OTODIDAK daripada masuk lembaga, dan kalian mungkin dah ga asing dengan kata-kata "jangan masuk LEMBAGA kalau belum punya N4". Alasannya ada beberapa, dan aku mau bahas salah satunya yaitu masuk lembaga bisa bikin kamu MISKIN

    Memang bener sih ekonomi Indonesia yang makin kesini makin menekan golongan menengah, tapi terlepas dari itu masuk lembaga tuh bisa jadi salah satu alasan kalian bisa jatuh miskin kalau kalian ga tau resikonya loh. Jadi kalau kalian (khususnya orang tua kalian) ga termasuk yang punya uang banyak banget uang, wajib banget baca ampe beres nih kalau ga mau udah ngeluarin banyak uang tapi ujung-ujungnya ga berangkat ke Jepang.

    Pertama, Admission and Study Fees atau biaya masuk dan belajar. Kalau biaya masuk mungkin ga semua ya, tapi ya selama bukan NPO, lembaga pun pasti butuh uang sehingga lembaga biasanya akan narik biaya belajar. Tergantung daerahnya juga tapi kita bisa garis besarkan kisaran 1jt~5jt, dan ini dari perbulan dan ada yang per level. Di harga segitu mungkin sekilas keliatan oh cuman segitu ya. Kenyataannya banyak kok lembaga yang ngasih biaya yang rasional, tapi ada juga yang keliatan rasional tapi ternyata engga. Kok bisa gitu? Karena ada biaya-biaya lain yang ga tertulis disitu, dan anak-anak muda jaman sekarang mungkin ga sadar atas itu. 

    So kita lanjut yang kedua, yaitu Accomodation Fee atau biaya akomodasi, dan kita bagi dua jadi biaya tempat tinggal dan transportasi. Kalo mau ikut lembaga carilah yang dekat dengan rumah kalian, tapi masalahnya jumlah lembaga ga sebanyak itu. Sehingga ada kalanya kalian terpaksa mengeluarkan biaya transportasi yang tinggi atau bisa jadi kalian memutuskan untuk tinggal di kosan. Biaya transportasi sudah dihitung tiap hari akan keluar berapa? Terus kalau milih untuk tinggal di kosan bakal ngeluarin berapa tiap hari atau tiap bulannya ? Itu semua ga akan kecil guys. Belum kalau ngekost kalian bakal ngeluarin biaya lain seperti listrik, air, internet, dll. Sudah diperhitungkan segalanya ga tuh? Ada kasus lain juga dimana lembaga yang memaksa pesertanya untuk tinggal di asrama bersama peserta yang lainnya.

    Ketiga, ini real bukan ngada-ngada, tapi memang sulit ditemukan, yaitu institution's strategy atau strategi lembaganya. Lembaga yang bakal menjualkan produk yang ga bagus kan ya? Mereka pasti menjualnya dengan kata-kata yang indah sehingga kalian terpana dan akhirnya milih untuk gabung ke lembaganya. Banyak loh lembaga yang bener-bener bagus, aku sebelumnya sempet buat video rekomendasi lembaga belajar bahasa Jepang. Dan selain yang direkomendasikan aku pun masih banyak lembaga yang bagus.

    Tapi kalau kalian salah milih, point ketiga ini yang bisa menentukan kalian jatuh miskin atau engga. Kenapa? Aku sering nemu kasus seperti orang yang udah masuk lembaga berbulan-bulan hingga bertahun-tahun, tapi belum pergi ke Jepang juga.

    Singkat kata lembaganya bilang bisa nerbangin ke Jepang, tapi ternyata engga bisa atau lembaga mereka belum SO, sehingga mereka harus menggantungkan nasib para pesertanya ke pihak 3 yaitu dengan mengirimkan ke lembaga yang sudah SO. Dimana lembaga SO belum tentu diterima semua pesertanya, kalau ga diterima kan ujung-ujungnya kalian balik lagi ke lembaga awal. Apalagi kalau kalian sampe ngekost atau dipaksa untuk tinggal di asrama. Ini makan biaya banget kalau ga ada kejelasan kapan bisa berangkat, kapan bisa interview, dll. BTW, lembaga yang maksa tinggal di asrama mungkin lembaganya ingin pesertanya bisa belajar bareng lebih sering gitu. Tapi balik lagi, kalau skill pengajarnya bagus, harusnya gak akan makan sampe setahun atau mungkin lebih untuk ngejar N4. Jelas daya tangkap dan pemahaman pesertanya pun ikut mempengaruhi ya.

    Keempat, ini agak aneh tapi nyata. Kebetulan akhir-akhir ini lewat di beranda aku, dimana ada yang udah gabung lembaga ngeluarin banyak uang dengan harapan bisa kerja di Jepang, nah waktu udah di Jepang malah dideportasi atau bisa jadi minta dipulangin ke Indonesia. So yang keemat ini aku bilang Mental & Knowledge Issue. Maksudnya tuh, kalian kan ke Jepang buat kerja ya, dan Jepang tuh terkenal atas budaya kerjanya yang keras. So, setidaknya siapkan mental kalian sebelum pergi ke Jepang. Jangan sampe udah di Jepang kalian nangis karena ternyata berat banget kerja di Jepang. Selain mental kalian juga udah harus tau knowledge atau pengetauhan tentang Jepang, budayanya, dll. Setidaknya kalian bisa menjauhi hal-hal yang tidak disukai orang sana, hal-hal yang dilarang, dan hal-hal yang membuat kalian bisa dideportasi. Please jaga reputasi warga negara Indonesia juga ya, kalau kalian kelakuannya jelek kan kasian mereka yang belum ke Jepang akan dipersulit juga nantinya. 

    Nah dengan mental & knowledge issue ini kok jadi miskin? Hubungannnya apa dengan jadi miskin? Bayangin kalian dah ngeluarin banyak uang bisa ampe puluhan juta loh untuk bisa berangkat ke Jepang. Eh udah di Jepang kalian ga bisa balik modal, gara-gara kalian dideportasi atau minta dipulangin. Pulang dari Jepang kalian masih punya muka buat ketemu keluarga setelah kalian kuras uang mereka ? 

    So, apa aku bilang gabung dengan lembaga bisa bikin kamu miskin? Jawaban aku BISA bikin kamu miskin, bukan PASTI buat kamu miskin ya. Karena kasusnya udah banyak yang belajar berbulan hingga bertahun-tahun di lembaga tapi tak kunjung berangkat ke Jepang, Ditambah lagi kasus yang dideportasi atau mulangin diri. So impian kalian untuk kerja di Jepang tuh bisa jadi bukan sesuatu yang MURAH kalau kalian milih untuk belajar di LEMBAGA dari NOL. Beda kasus kalau kalian belajar sendiri atau OTODIDAK sampe dapet N4 atau standar minimal berangkatnya. Setelah itu gabung ke lembaga untuk proses jobmatch, pengajuan visa, dll. 

    Balik lagi, pilihan ada di tangan kalian, tapi aku mau nanya nih, kalian masih mau milih gabung lembaga? Coba tulis di komentar sekaligus alasan kalian ingin belajar dari NOL di lembaga ya.

  • Others

    Stigma dan Pandangan Terhadap Gen Z di Jepang

    Tau ga kalian di Jepang ternyata Gen Z dianggap Generasi yang seperti apa? Apa yang membuat imagenya berbeda dengan di Indonesia terhadap Gen Z? Kali ini aku mau coba bahas perbedaan perlakuan Gen Z di Jepang nih, yuk kita masuk ke pembahasan. 

    Seperti yang aku sebutkan tadi, di Indonesia Gen Z dianggap sebagai generasi yang punya image yang tidak baik. Seringkali distigma dengan berbagai label negatif seperti malas, individualis, dan kurang menghargai orang tua. Banyak faktor yang membuat di Indonesia Gen Z dianggap kurang baik, apakah dari Perbandingan Generasi yang sebelumnya cenderung lebih bekerja keras, disiplin dan sopan. Ada juga Pengaruh Media yaitu Media Social yang sering sekali menyoroti sisi negatif dari Gen Z di Indonesia. Dan juga Pengaruh Zaman dimana Gen Z hidup dan dibesarkan bersama dengan teknologi dan social media, sehingga nilai-nilai di generasi sebelumnya tidak sepenuhnya relevan dengan Gen Z. 

    Lah ? Emang bedanya apa dengan di Jepang ?

    Image Gen Z di Jepang sebenernya lebih netral kalau dibandingkan dengan di Indonesia. Secara garis besar malahan Gen Z Jepang seringkali dilihat sebagai generasi yang inovatif dan adaptif terhadap teknologi. Banyak warga generasi sebelumnya yang memang sebenernya tidak terlalu paham dengan teknologi, padahal di negara semaju Jepang nih. 

    Selain itu Budaya Jepang yang meninggikan kesopanan dan ketekunan, membuat Gen Z Jepang tumbuh dalam era digital namun umumnya masih menjunjung tinggi nilai-nilai tradisional ini. Campuran dari tradisi dan modernisasi membuat Gen Z di Jepang pun terkesan unik di mata warga Jepang sendiri. Mereka yang tidak lepas dari teknologi di keseharian membuat mereka dapat beradaptasi dengan modernisasi dibanding generasi sebelum-sebelumnya, namun tetap mewarisi tradisi budaya dan kebiasaan warga Jepang pada umumnya.

    Di sisi lain Gen Z Jepang pun memiliki kesadaran sosial yang lebih tinggi, seperti isu-isu lingkungan, kesetaraan gender, keberagaman, dan lainnya. Dari situ mereka punya ciri khas Menghargai Perbedaan dan melebihi generasi sebelum-sebelumnya. Bisa jadi saat ini Jepang lebih terbuka terhadap muslim pun bagian dari Menghargai Perbedaan mereka loh. 

    Iya, dianggap netral disini berarti ada nilai-nilai yang dianggap kurang baik oleh generasi sebelumnya. Meskipun mewarisi budaya Jepang pada umunya, tapi sepertinya tidak sepenuhnya loh. Contohnya ketika selesai kerja lebih suka untuk pulang atau lanjut ke kegiatan pribadi daripada kumpul minum sama atasan atau rekan kerjanya. Work Life Balance pun ditinggikan oleh Gen Z di Jepang, dan mereka pun lebih suka mencari tempat kerja yang Ideal bagi mereka seperti perusahaan yang memiliki budaya kerja yang positif, inklusif, dan mendukung pertumbuhan pribadi. Dimana generasi sebelum-sebelumnya yang cenderung mengejar konsep Ikigai dari kerjaan mereka. 

    Namun hal yang sangat membedakan di Jepang dan di Indonesia adalah pandangan dan usaha terhadap perbedaan Gen Z guys.

    Warga Jepang melihat perbedaan pandangan dan nilai yang di anut Gen Z sebagai sebuah tantangan bukan sebagai stigma buruk. Dibandingkan konten yang menunjukkan keburukan Gen Z, konten yang menunjukkan cara untuk berkomunikasi, menjalin hubungan baik, hingga hal-hal NG dilakukan kepada Gen Z lebih banyak loh. Bahkan aku sering melihat iklan ataupun konten yang menawarkan konsultasi untuk menghadapi tantangan dalam menghadapi Gen Z. Kalau aku coba cari Gen Z di Google pun artikel mengenai ciri khas, konsultasi, dan tips menghadapi Gen Z banyak yang muncul di halaman-halaman depan. Aku pribadi sih melihat perubahan pandangan ini pun dianggap awal yang bagus untuk memperbaiki budaya kerja di Jepang yang terbilang keras ya. 

    Apapun itu pada akhirnya Jepang melihat Gen Z sebagai penerus mereka, dimana tiap tahunnya jumlah kelahiran semakin turun. Sehingga Jepang cenderung lebih mensupport Gen Z meskipun mereka berbeda dengan Genenrasi sebelum-sebelumnya. Apakah Indonesia perlu melakukan hal yang sama dengan Jepang ? Dan kalau perlu apa yang sekiranya bisa kalian lakukan untuk tantangan ini ? Yuk kita mulai dari diri sendiri. 

  • Kerja di Jepang

    Ekspektasi vs Realita kerja di Jepang !

    Jepang adalah negara impian dengan budaya yang unik, teknologi canggih, dan tingkat kehidupan yang tinggi. Sehingga kerja di Jepang sekarang jadi impian banyak warga Indonesia. Mulai dari lingkungan yang indah dan nyaman, gaji yang tinggi, ada juga yang memang ingin cari kebebasan ataupun jati diri. Iya, Jepang jadi pilihan bagi yang mencari hal-hal tadi. Sehingga terkadang orang-orang tidak melihat sisi negatif dari Jepang itu sendiri. So, aku mau coba bandingin ekspektasi orang-orang itu sesuai ga sih sama realita kerja di Jepang. 

    Yuk kita coba masuk ke yang pertama yaitu gaji tinggi dan bonus besar. Ya, banyak banget yang berekspektasi gaji di Jepang itu besar. Meskipun ga 100% salah loh ekspektasi itu. Setidaknya kalian bisa dapet Gaji yang lebih baik kalau dibanding di Indonesia, tapi sebaiknya jangan terlalu tinggi ekspektasinya ya. Sebagai gambaran, memang benar gaji rata-rata freshgraduate atau UMR di sana kisaran 200.000 ~ 250.000 yen, tapi kalian harus tau biaya tempat tinggal, makan, asuransi, dll itu udah makan berapa besar dari gaji kalian. Nah gaji itu untuk visa engineer atau visa kerja profesional ya, kalau visa tokutei ginou bakal lebih kecil apalagi kalau magang. 

    Kedua adalah jam kerja fleksibel. Ini yang sangat salah, untuk urusan jam kerja, Jepang itu salah satu negara dengan jam kerja yang parah abis. Tergantung perusahaan sih, tapi ga dikit kasus Karoshi (kematian akibat kerja berlebihan) yang terjadi di Jepang. Belum kebayang separah apa kasusnya ? Aku kasih gambaran ya. Ketenagakerjaan di Jepang menetapkan batas waktu kerja maksimal 40 jam per minggu. Tapi, kenyataannya, banyak pekerja Jepang terutama di perusahaan besar bekerja jauh melebihi batas tersebut. Budaya kerja yang menekankan loyalitas terhadap perusahaan dan semangat kerja keras sering kali mendorong karyawan untuk bekerja lembur tanpa kompensasi yang memadai. Udah kebayang sekarang?

    Ketiga ini mirip dengan yang kedua tapi kali ini bahas lingkungan kerja yang baik atau santai. Tidak ya, di Jepang sebenernya masih ada budaya hirarki yang ketat sehingga harus menghormati senior. Ga semua perusahaan sih, tapi yang seperti ini masih dianggap wajar sama orang Jepang. Apalagi kalau kalian ga jago-jago amat bahasa Jepangnya, kalian malah makin diremehin sama rekan kerja kalian. Seperti yang dibahas di artikel sebelumnya mengenai pembulian, ilmu bahasa kalian akan menentukan kemudahan kalian mendapatkan teman di Jepang, dan teman di Jepang menentukan kualitas kehidupan kalian di tempat kerja kalian nantinya. So jangan anggap level bahasa Jepang yang jadi standar minimal ngajuin visa aja sudah cukup untuk hidup bahagia di Jepang ya, teruslah kejar ilmu setinggi mungkin, dan siapkan mental yang kuat sebelum berangkat ke Jepang.

    Keempat yaitu mudah mendapatkan pekerjaan. Sekalipun Jepang butuh banyak tenaga kerja, bakal kerasa ga gampang kalau kalian ngerasa bahwa standar minimal ngajuin visa saja sudah cukup buat kerja di Jepang. Contoh kalian mau kerja SSW di Jepang dengan N4 + sertifikat skill SSWnya aja, ya bisa aja kok, tapi siap-siap bersaing dengan mereka yang mungkin punya skill yang lebih tinggi atau bisa jadi punya pengalaman dibidangnya. Belum lagi coba itung juga saingan kalian dari negara-negara lain seperti Vietnam, Filipina, dll. Jadi kalau mau mudah cari kerjaan di Jepang coba siapkan dan kejar sesuatu yang lebih dari sekedar standar minimal untuk kerjanya yaa.

    Kelima sih yang sangat umum yaitu musim di Jepang. Di Anime atau di Drama Jepang, mungkin banyak yang menunjukkan musim panas di Jepang itu panas tapi ga nunjukkin banget sepanas apa, dan musim dinginnya indah banget ampe turun salju. Tapi kenyataannya kalian meremehkan itu. Musim panas di Jepang bisa melebihi 40 derajat celcius dan telah membunuh banyak orang dengan heatstrokenya. Musim dingin terutama di daerah tertentu contohnya di Hokkaido bisa mencapai minus 10 derajat dan banyak yang meremehkan ini. Belum lagi ga semua daerah bakal turun salju loh, jadi belum tentu kalian kebagian daerah bersalnju. So ketika kerja di Jepang terutama yang longstay, bisa jadi bakal bertahun-tahun di sana, jadi persiapkan perbedaan musim dengan baik ya. 

    Bekerja di Jepang bisa menjadi pengalaman yang sangat berharga, tapi penuh tantangan juga. Kalau ingin bekerja di Jepang, penting untuk memiliki ekspektasi yang realistis dan mempersiapkan diri dengan baik. BTW aku baru sebutin sebagian yang populer nih, jadi hal-hal kecil lainnya kalau aku jabarin bakal ada banyak banget sebenernya. Dengan artikel inipun harusnya udah kebayang ya, ekspektasi orang-orang terhadap kerja di Jepang sebenarnya banyak yang salah. Tapi kali ini aku baru bahas yang pentingnya aja dulu. Next mungkin pada kalau tertarik, coba tulis dikomentar biar aku bahas hal-hal kecilnya juga di artikel lain. Atau kalau ada bahasan lain yang ingin aku bahas boleh coba tulis di komentar ya.

J-Class, pernah diliput di :